Thursday, December 04, 2014

Bonus "penampakan" di Reuni SMAK81

Ketika panitia reuni Smak81(28-30 Nop 2014) memutuskan ke Gunung Bromo dan menginap di sebuah hotel di puncak perjalanan, aku teringat cerita teman-teman yang dulu menginap disana pada tgl sehari sesudah pernikahan Dian dan Rollick awal Maret 2013 lalu.
Helen diganggu secara fisik, ditiup telinganya dan di posisikan duduk dengan paksa dengan mengangkat kasur dibagian kepala untuk melihat dia (yang kata Helen berpakaian ala raja awa)
Awan yang melihat seseorang duduk di ujung ranjang istrinya, tapi istrinya tidak tahu menahu.
Mereka mengingatkan saya untuk tidak menginap disana! tidur di rumah penduduk aja ci, lebih aman kata mereka mengingatkan.
Tapi sebagai peserta, saya tidak berniat menganggu kinerja panitia Surabaya yang telah berlelah bolak balik meninjau lokasi dan nego akomodasi dan konsumsi. Saya hanya berdoa memohon penyertaan dan perlindungan-Nya.

Ketika pembagian kamar, saya konfirmasi dengan Helen, apakah kamar yang saya dapat sama dengan kamar yang mereka huni? ternyata kamar saya beda! Tapi, mendekati hari keberangkatan ternyata 1 dari 3 kamar yang sederet dengan kamar yang "berpenghuni" dipilih oleh seorang teman sekeluarga(berempat).

Hari reuni tiba, kami dengan 4 mobil Elf + 2 mobil pribadi menuju lokasi, tiba sore hari...masih sempat foto-foto(kebetulan cuaca bersahabat) dan ketika tiba bagi kunci kamar dan masukkan bagasi kekamar, saya duluan yang inisiatif ke kamar(biasanya Gunawan :) )... Kamar dibuka..inspeksi aura(gayanya..hahahaha), yang terpenting saya ingat dan berucap "Dalam Nama Tuhan Yesus", saya melangkah mantap masuk kamar.

Malam pertama, tidak nyenyak tidur menunggu harus bangun jam 02.00 subuh untuk berangkat ke Puncak Pananjakan menyaksikan sunrise. Ternyata Gunawan mimpi buruk, saya sich tidak terpengaruh dengan mimpi buruknya tapi Gun menyebut dimimpinya ia minta tolong alm mama atas penghancuran boneka/boneka yang hancur, saat ia berusaha keras memanggil mama, saya masuk dengan senyum dan boneka yang bagus katanya.... :)
Menuju puncak Pananjakan kita berjuang jalan kaki mendaki karena parkir mobil/Jeep yang cukup jauh(berangkat dari hotel jam 03.00), ditengah derungan ojek motor dan malang melintang meminta kita pakai jasanya....Saya sendiri terengah, memikirkan Gunawan yang lebih senior, yang baru recheck jantung dan mimpi buruknya...saya memohon pertolongan-Nya..... Puji Tuhan kita menikmati sunrise, dan turun duluan dengan lebih santai..ternyata jalan yang kita lalui memang curam dan panjang.

Saya terus pantau keadaan teman saya sekeluarga yang tidur di kamar yang "berpenghuni" secara samar..."Gimana tidur nya tante? enak?"..... sempat juga cerita sama si tante di teras kamar tsb ketika saya antarkan snack sore pisang goreng kipas panas panas, kamarnya memang berada di atas tanjakan yang lumayan menguras energi. Aman-aman saja.

Malam terakhir, mulai beredar cerita teman teman yang merasakan "kehadiran" sipenganggu....Ada yang ketika kencing di toilet ruang makan merasa ada yang melibas disamping telinganya yang langsung membangunkan bulu kuduknya....Dia cepat cepat membereskan "pee" nya dan lari keluar ruangan yang kebetulan sudah mulai sepi. Ada juga yang melihat bayangan berkelebat, dia pikir ada orang yang masuk kamar mandi disebelahnya tapi kok pintunya nggak ditutup? ada juga bayangan hitam di gang menuju toilet, dia pikir bayangannya sendiri..tapi kok tidak sesuai denga tinggi dan kedudukan lampu yang ada :/
Ada teman juga yang kekamarnya untuk "Pee", tapi merasa kok pantatnya nggak nyampe nyampe ke dudukan closet eh ternyata dia sedang mau menduduki kotak sampah, padahal normalnya kotak sampah bersebrangan dengan closet....'Masa nda begitu bungulnya mau pee di kotak sampah? katanya lagi.

Nah.. pagi hari terakhir, saya bangun pagian, jam 05.00 saya sudah mandi dan beres-beres bagasi, ketika keluar ketemu istri teman(Xiau Ie), sambil kongkow dengan yang lain saya ceritakan tentang kamar teman yang berpenghuni, iseng saya ajak dia mengunjungi/melihat kamar mereka, sambil olah raga yuk saya bilang.
Kami tiba diteras kamar dengan terengah, kami panggil mereka.....tanteeeee, dessyyyy...dengan suara cukup nyaring.... tak ada yang menyahut apalagi membuka pintu. Saya melihat sebentuk lengan dengan kaos tangan pendek yang melekat bagus(kekar), tapi aneh posisinya, hanya diam...saya focus, ya tetap bentuk lengan tapi tidak bergerak dibalik tirai gorden putih tipis... Xiau Ie juga lihat, dia bilang..."Lu liat khan San? lengan berkaos putih". YA!
Kita tetap memanggil, tanpa jawaban, padahal kita juga melihat sepasang tangan berbaju coklat(Xiau Ie lebih jelas, coklat berbunga putih) sedang bergerak gerak seperti orang yang berberes tempat tidur. Kita pikir itu tante yang sedang berberes tapi mengacuhkan kita....Saya dan Xiau Ie berjalan kesamping, eh ternyata gg buntu, balik lagi melewati teras, kita berdua tetap melihat lengan berkaos putih dan yang bergerak beres beres. Saya terbeersit untuk memfoto tapi terjegal etika, kalau benar itu si Tante, kursop saya memfoto bukan? Kita turun memutar sambil cerita tentang leak dan juga penganggu yang dialami teman Xiau Ie di Bali.
Ketika kita duduk santai diteras ruang makan yang menghadap kamar mereka, Xiau Ie berkata:"Itu tante, pakai baju biru berlengan pendek" nah lo.....

Saat sarapan, kita konfirmasi sama mereka, menurut mereka
Si suami sudah keluar pagi itu (awalnya kita melihat dia dengan kaos kuning dan celana tidur) tapi setelah itu kita tidak melihat si suami lagi sampai tiba sarapan, katanya kongkow sama teman di kamar lain/diatas.
Dessy, anak dan siTante  masih tidur, koper sudah beres disamping/dibawah tempat tidur kata mereka dan dibalik gordyn ternyata bukan tempat tidur melainkan sofa! dan posisi tangan yang berberesberes tidak pas dengan kalau disana letak sofa, saya tegaskan lagi bertanya: Tak adakah mereka membereskan sesuatu/koper diatas sofa? TIDAK ADA!
Aku/Dessy bangun tidur, gulung rambut lalu mandi kekamar madi yang tidak jauh dari ranjang, tidak ada mendekati gordyn, demikian juga tante dan anak Dessy.

Bagaimanapun juga....bonus perjalanan reuni yang aneh tapi nyata....








Wednesday, December 03, 2014

Kesaksian hidup Ahok sama Tuhan


KESAKSIAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA (AHOK)
Saya lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, di Belitung Timur, di dalam keluarga yang belum percaya kepada Tuhan. Beruntung sekali sejak kecil selalu dibawa ke Sekolah Minggu oleh kakek saya. Meskipun demikian, karena orang tua saya bukan seorang Kristen, ketika beranjak dewasa saya jarang ke gereja.
Saya melanjutkan SMA di Jakarta dan di sana mulai kembali ke gereja karena sekolah itu merupakan sebuah sekolah Kristen. Saat saya sudah menginjak pendidikan di Perguruan Tinggi, Mama yang sangat saya kasihi terserang penyakit gondok yang mengharuskan dioperasi. Saat itu saya walaupun sudah mulai pergi ke gereja, tapi masih suka bolos juga. Saya kemudian mengajak Mama ke gereja untuk didoakan, dan mujizat terjadi. Mama disembuhkan oleh-Nya! Itu merupakan titik balik kerohanian saya. Tidak lama kemudian Mama kembali ke Belitung, adapun saya yang sendiri di Jakarta mulai sering ke gereja mencari kebenaran akan Firman Tuhan.
Suatu hari, saat kami sedang sharing di gereja pada malam Minggu, saya mendengar Firman Tuhan dari seorang penginjil yang sangat luar biasa. Ia mengatakan bahwa Yesus itu kalau bukan Tuhan pasti merupakan orang gila. Mana ada orang yang mau menjalankan sesuatu yang sudah jelas tidak mengenakan bagi dia? Yesus telah membaca nubuatan para nabi yang mengatakan bahwa Ia akan menjadi Raja, tetapi Raja yang mati di antara para penjahat untuk menyelamatkan umat manusia, tetapi Ia masih mau menjalankannya! Itu terdengar seperti suatu hal yang biasa-biasa saja, tetapi bagi saya merupakan sebuah jawaban untuk alasan saya mempercayai Tuhan. Saya selalu berdoa “Tuhan, saya ingin mempercayai Tuhan, tapi saya ingin sebuah alasan yang masuk akal, cuma sekedar rasa doang saya tidak mau,” dan Tuhan telah memberikan PENCERAHAN kepada saya pada hari itu. Sejak itu saya semakin sering membaca Firman Tuhan dan saya mengalami Tuhan.
Setelah saya menamatkan pendidikan dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi pada tahun 1989, saya pulang kampung dan menetap di Belitung. Saat itu Papa sedang sakit dan saya harus mengelola perusahaannya. Saya takut perusahaan Papa bangkrut, dan saya berdoa kepada Tuhan. Firman Tuhan yang pernah saya baca yang dulunya tidak saya mengerti, tiba-tiba menjadi rhema yang menguatkan dan mencerahkan, sehingga saya merasakan sebuah keintiman dengan Tuhan. Sejak itu saya kerajingan membaca Firman Tuhan. Seiring dengan itu, ada satu kerinduan di hati saya untuk menolong orang-orang yang kurang beruntung.
Papa saat masih belum percaya Tuhan pernah mengatakan, “Kita enggak mampu bantu orang miskin yang begitu banyak. Kalau satu milyar kita bagikan kepada orang akhirnya akan habis juga.” Setelah sering membaca Firman Tuhan, saya mulai mengerti bahwa charity berbeda dengan justice. Charity itu seperti orang Samaria yang baik hati, ia menolong orang yang dianiaya. Sedangkan justice, kita menjamin orang di sepanjang jalan dari Yerusalem ke Yerikho tidak ada lagi yang dirampok dan dianiaya. Hal ini yang memicu saya untuk memasuki dunia politik.
Pada awalnya saya juga merasa takut dan ragu-ragu mengingat saya seorang keturunan yang biasanya hanya berdagang. Tetapi setelah saya terus bergumul dengan Firman Tuhan, hampir semua Firman Tuhan yang saya baca menjadi rhema tentang justice. Termasuk di Yesaya 42 yang mengatakan Mesias membawa keadilan, yang dinyatakan di dalam sila kelima dalam Pancasila. Saya menyadari bahwa panggilan saya adalah justice. Berikutnya Tuhan bertanya, “Siapa yang mau Ku-utus?” Saya menjawab, “Tuhan, utuslah aku”.
Di dalam segala kekuatiran dan ketakutan, saya menemukan jawaban Tuhan di Yesaya 41. Di situ jelas sekali dibagi menjadi 4 perikop. Di perikop yang pertama, untuk ayat 1-7, disana dikatakan Tuhan membangkitkan seorang pembebas. Di dalam Alkitab berbahasa Inggris yang saya baca (The Daily Bible – Harvest House Publishers), ayat 1-4 mengatakan God’s providential control, jadi ini semua berada di dalam kuasa pengaturan Tuhan, bukan lagi manusia. Pada ayat 5-10 dikatakan Israel specially chosen, artinya Israel telah dipilih Tuhan secara khusus. Jadi bukan saya yang memilih, tetapi Tuhan yang telah memilih saya. Pada ayat 11-16 dikatakan nothing to fear, saya yang saat itu merasa takut dan gentar begitu dikuatkan dengan ayat ini. Pada ayat 17-20 dikatakan needs to be provided, segala kebutuhan kita akan disediakan oleh-Nya. Perikop yang seringkali hanya dibaca sambil lalu saja, bisa menjadi rhema yang menguatkan untuk saya. Sungguh Allah kita luar biasa.
Di dalam berpolitik, yang paling sulit itu adalah kita berpolitik bukan dengan merusak rakyat, tetapi dengan mengajar mereka. Maka saya tidak pernah membawa makanan, membawa beras atau uang kepada rakyat. Tetapi saya selalu mengajarkan kepada rakyat untuk memilih pemimpin: yang pertama, bersih yang bisa membuktikan hartanya dari mana. Yang kedua, yang berani membuktikan secara transparan semua anggaran yang dia kelola. Dan yang ketiga, ia harus profesional, berarti menjadi pelayan masyarakat yang bisa dihubungi oleh masyarakat dan mau mendengar aspirasi masyarakat. Saya selalu memberi nomor telepon saya kepada masyarakat, bahkan saat saya menjabat sebagai bupati di Belitung. Pernah satu hari sampai ada seribu orang lebih yang menghubungi saya, dan saya menjawab semua pertanyaan mereka satu per satu secara pribadi. Tentu saja ada staf yang membantu saya mengetik dan menjawabnya, tetapi semua jawaban langsung berasal dari saya.
Pada saat saya mencalonkan diri menjadi Bupati di Belitung juga tidak mudah. Karena saya merupakan orang Tionghoa pertama yang mencalonkan diri di sana. Dan saya tidak sedikit menerima ancaman, hinaan bahkan cacian, persis dengan cerita yang ada pada Nehemia 4, saat Nehemia akan membangun tembok di atas puing-puing di tembok Yerusalem.
Hari ini saya ingin melayani Tuhan dengan membangun di Indonesia, supaya 4 pilar yang ada, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya wacana saja bagi Proklamator bangsa Indonesia, tetapi benar-benar menjadi pondasi untuk membangun rumah Indonesia untuk semua suku, agama dan ras. Hari ini banyak orang terjebak melihat realita dan tidak berani membangun. Hari ini saya sudah berhasil membangun itu di Bangka Belitung. Tetapi apa yang telah saya lakukan hanya dalam lingkup yang relatif kecil. Kalau Tuhan mengijinkan, saya ingin melakukannya di dalam skala yang lebih besar.
Saya berharap, suatu hari orang memilih Presiden atau Gubernur tidak lagi berdasarkan warna kulit, tetapi memilih berdasarkan karakter yang telah teruji benar-benar bersih, transparan, dan profesional. Itulah Indonesia yang telah dicita-citakan oleh Proklamator kita, yang diperjuangkan dengan pengorbanan darah dan nyawa. Tuhan memberkati Indonesia dan Tuhan memberkati Rakyat Indonesia.
Silahkan dibagikan, Tuhan Yesus memberkati kita semua